BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dunia Ekonomi Islam adalah dunia bisnis
atau investasi. Hal ini bisa dicermati mulai dari tanda-tanda eksplisit untuk
melakukan investasi (ajakan bisnis dalam Al-quran dan Sunnah) hingga
tanda-tanda implisit untuk menciptakan sistem yang mendukung investasi, adanya
sistem zakat, larangan riba untuk mendorong optimalisasi investasi serta
larangan maysir dan spekulasi untuk mendorong produktifitas setiap investasi.
Pada awal pendirian Bank Muamalat Indonesia, keberadaan Bank Syariah
ini belum mendapatkan perhatian yang optimal dalam tatanan Industri Perbankan Nasional. Landasan hukum operasi
Bank yang menggunakan sistem syariah ini hanya dikategorikan sebagai “bank dengan
sistem bagi hasil”, tidak terdapat rincian landasan hukum syariah serta
jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.
Hal ini sangat
jelas tercermin dari UU No. 7 Tahun 1992, dimana pembahasan perbankan dengan
sistem bagi hasil diuraikan hanya sepintas lalu.
Perkembangan Perbankan Syariah pada
era reformasi ditandai dengan disetujuinya UU No. 10 Tahun 1998. Dalam UU tersebut diatur dengan rinci
landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan
diimplementasikan oleh Bank
Syariah. UU tersebut juga memberikan
arahan-arahan bagi Bank-bank
Konvensional
untuk membuka cabang Syariah. Pertumbuhan pesat
dan perkembangan Perbankan Syariah baik di Indonesia maupun di dunia
mendorong lahirnya inisiatif- inisiatif startegis, mulai dari kebijakan
penerapan profesionalisme dibidang
Syariah
hingga penerapan prinsip-prinsip Syariah di dunia Perbankan.
Gelombang
globalisasi pada saat ini sudah tiba dan akan mengubah lanskap keuangan.
Seiring dengan munculnya lanskap financial baru, kontrak pembagian risiko dan
yang pada akhirnya menjadi kontrak pembagian untung rugi akan menjadi
terstandarisasi dan akan menjadikan peluang bagi system finansial baru untuk
berkembang. Globalisasi dan sebagai konsekuensinya, ekpansi ekuitas dan cara
pendanaan berbagai risiko akan memuluskan jalan untuk pertumbuhan lebih lanjut
keuangan Islam. Walaupun demikian, keuangan Islam masih memiliki beberapa
tantangan.
Dalam kaitannya dengan pertumbuhan
dan perkembangan ini, hal ini lah yang melatar belakangi adanya pembahasan ini
dimana munculnya peluang-peluang dan tantangan yang akan dihadapi oleh dunia
perbankan khususnya Perbankan Syariah dalam ekonomi global.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian pada latar
belakang, maka perumusan masalah
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Bagaimana
perkembangan Bank
Syariah
di Indonesia?
2. Apa
peluang dan tantangan yang
akan dihadapi Bank Syariah dalam
kancah
ekonomi global ?
3. Bagaimana solusi
dalam mengatasi tantangan yang dihadapi Perbankan Syariah tersebut?
C.
Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada
pembahasan makalah ini adalah penulis
membatasi pembahasan tentang peluang dan tantangan Bank Syariah
di kancah ekonomi global di Indonesia saja menurut beberapa literatur.
D.
Metode
Metode
pengambilan isi dalam makalah ini adalah metode secara tinjauan pustaka.
E.
Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam
penulisan dan pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui bagaimana
perkembangan ekonomi syariah di Indonesia.
2. Mengetahui
peluang dan tantangan
yang akan dihadapi Bank Syariah dalam
kancah
ekonomi global.
3. Untuk
mengetahui dan memahami solusi dalam
mengatasi tantangan yang dihadapi Perbankan Syariah tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
PELUANG DAN TANTANGAN BANK SYARIAH
DI KANCAH EKONOMI GLOBAL
A.
Perkembangan
Bank Syariah di Indonesia
Di Indonesia, Bank Syariah yang
pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalat indonesia (BMI).
Dari tahun ke tahun Perbankan Syariah di
Indonesia akan terus berkembang[1]. Berdasarkan
data Bank Indonesia, prospek Perbankan Syariah pada tahun 2005 diperkirakan
cukup baik. Industri Perbankan
Syariah diprediksi masih akan berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang cukup
tinggi. Sementara itu, riset yang dilakukan oleh Karim Busines Consulting pada
tahun 2005 menunjukkan bahwa total asset Bank Syariah di Indonesa diperkirakan
akan lebih besar.
Bank Syariah di Indonesia secara
konsisten telah menunjukkan perkembangannya dari waktu ke waktu,. Pada awal
tahun 2009, asset Bank
Syariah
terhadap total keseluruhan bank telah mencapai 2,24%, adapun dalam hal
penghimpunan dana pihak ketiga mencapai 2,18%, sedangkan dalam hal pembiayaan
mencapai 2,96% dari keseluruhan Bank di Indonesia (lihat tabel 1.1).
Bank Syariah
|
Total Bank
(triliun)
|
||
Nominal (triliun)
|
Pangsa
|
||
Total Asset
|
51,814
|
2,24%
|
2.308,0
|
DPK
|
38,195
|
2,18%
|
1.748,8
|
Pembiayaan
|
38,201
|
2,96%
|
1.298,8
|
Tabel 1.1 : Pangsa
Perbankan Syariah terhadap total Bank (posisi Januari 2009)[2]
Perkembangan pertumbuhan Perbankan Syariah juga telah diikuti oleh
perkembangan jaringan kantor Perbankan
Syariah.
Pada bulan Januari
2009, jumlah BUS adalah sebanyak 5 perusahaan, sedangkan jumlah UUS sebanyak 26
unit, dan BPRS sebanyak 132 perusahaan (lihat tabel 1.2)
|
2005
|
2006
|
2007
|
Mar
08
|
Jun
08
|
Sep
08
|
Des
08
|
Jan
09
|
Bank
Umum Syariah :
Jumlah Bank
Jumlah Kantor
|
3
304
|
3
349
|
3
401
|
3
402
|
3
405
|
3
497
|
5
581
|
5
585
|
Unit
Usaha Syariah :
Jumlah UUS
Jumlah Kantor
|
19
154
|
20
183
|
26
196
|
28
207
|
28
214
|
28
216
|
27
241
|
26
243
|
Bank
Pembiayaan Syariah
Jumlah
BPRS
Jumlah
kantor
|
92
92
|
105
105
|
114
185
|
117
188
|
124
195
|
128
199
|
131
202
|
132
204
|
Tabel 1.2 : jaringan
kantor Perbankan Syariah di Indonesia (posisi Januari 2009)[3]
Pada saat sekarang ini, kemajuan
dan perkembangan Bank Syariah secara kuantitas sangat menggembirakan. Perkembangan ini tentunya
akan semakin bertambah untuk masa-masa yang akan datang. Tentunya, perkembangan
ini harus diimbangi dengan perkembangan secara kualitas. Kualitas Perbankan
Syariah sangat ditentukan oleh kemampuan Bank Syariah dalam kinerja dan
kelangsungan usahanya.
Perkembangan Perbankan Syariah ini
tentunya juga harus didukung oleh sumber daya manusia yang memadai, baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya. Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa masih banyak sumber
daya manusia yang selama ini terlibat di institusi syariah tidak memiliki pengalaman
akademis maupun praktis dalam Islamic Banking. Tentunya kondisis ini cukup
signifikan mempengaruhi produktivitas dan profesionalisme Perbakan Syariah itu
sendiri. Ini lah yang memang harus mendapatkan perhatian dari kita semua, yakni
menghasilkan sumber daya manusia yang mampu mengamalkan ekonomi syariah karena
sistem yang baik tidak mungkin berjalan bila tidak didukung oleh sumber daya
manusia yang baik pula.
B.
Peluang
Bank Syariah
Secara
substansial, istilah Ekonomi
Syariah
sesungguhnya tidak sebatas masalah financing atau banking.
Ekonomi Syariah
sejatinya adalah seperangkat aktivitas yang terdiri dari nilai-nilai, institusi
dan gabungan dari kegiatan yang berkaitan dengan, misalnya, fiskal, moneter,
produksi, distribusi dan keuangan yang berlandaskan pada al-Qur`an dan
as-Sunnah. Jika
dilihat dari pandangan Islam terhadap uang, Islam memandang uang seabagai flow concept sehingga harus sealu
berputar dalam perekonomian agar akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat
dan perokonomian pun akan semakin baik[4].
Dengan
luasnya ruang lingkup Ekonomi
Syariah
tersebut, maka dalam merespon realitas industri syariah yang berkembang saat
ini, penting dilakukan analisis dan kajian untuk mengenali berbagai peluang dan
tantangan yang harus dihadapi. Peluang dalam membangun masa depan Ekonomi Syariah di Indonesia dalam kancah
ekonomi global salah satunya
tidak terlepas dari dana investasi yang diberikan oleh para investor dalam
pengembangan dana untuk memperlancar arus ekonomi khususnya Perbankan di
Indonesia. Perlunya world Islamic expenditure fund yang
dapat memberikan jalan keluar bagi para investor Timur Tengah untuk
pengembangan dana dari kawasan itu ke negara-negara Islam berkembang, Sehingga dana tersebut diharapkan dapat
mengangkat harkat dan martabat bangsa di kancah ekonomi global. Selain itu, beberapa
capaian positif atau
peluang yang akan dicapai dalam perkembangan Perbankan Syariah dapat dijadikan sebagai pemicu
optimisme baru sekaligus peluang emas dalam membangun masa depan Ekonomi Syariah di Indonesia[5],
diantaranya :
1.
Pemberlakuan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah.
UU ini terbit
tanggal 16 Juli 2008 adalah landasan hukum yang mendorong industri Perbankan Syariah Nasional untuk tumbuh lebih cepat
lagi. Langkah konkrit lainnya, Bank Indonesia telah merumuskan Grand
Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah sebagai strategi komprehensif
pengembangan pasar yang meliputi aspek-aspek strategis. Salah satunya, penetapan
visi 2010 sebagai industri Perbankan
Syariah
terkemuka di ASEAN.
Beberapa
implikasi yang mungkin terjadi lahirnya UU Perbankan Syariah antara lain
sebagai berikut :
a)
Jaminan kepastian hukum,
b)
Peningkatan dukungan pemerintah,
c)
Penerbitan Peraturan Pelaksanaan UU Perbankan Syariah,
dan
d)
Penguatan sinergi pasar keuangan berbasis Syariah[6].
Pentingnya
mengamati implikasi dari lahirnya UU No.21 tahun 2008 ini yang memberikan
peluang bagi industri keuangan syariah di Indonesia dan di kawasan ekonomi
global. Dengan lahirnya UU Perbankan Syariah ini, perkembangan Perbankan
Syariah kedepan akan memiliki peluang usaha yang lebih besar di Indonesia.
Kemudian, dapat membuka peluang bagi perkembangan Perbankan Syariah lebih cepat
adalah dimungkinkannya Warga Negara Asing (WNA) dan atau Badan Hukum Asing yang
bergabung secara kemitraan dalam Badan Hokum Indonesia untuk mendirikan dan
atau memiliki Bank Umum Syariah.
2. Lahirnya Undang-Undang Sukuk Negara
dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 19 Tahun 2008 tentang SBSN (Surat
Berharga Syariah Negara).
Penerbitan SBSN bertujuan untuk
memperluas basis sumber pembiayaan, mengembangkan pasar keuangan syariah dan
mengoptimalkan pemanfaatan barang-barang Negara untuk dijadikan underlying
asset. Sehingga, semakin mendorong tertib administrasi barang milik Negara, serta mempercepat sektor
pembangunan infrastruktur. Keberadaan UU Sukuk ini penting, terutama untuk
menjaring investasi asing.
3. Pencapaian lebih 2 persen market share.
Market
share Perbankan
Syariah
hingga awal tahun 2009, asset Bank
Syariah
terhadap total keseluruhan Bank
telah mencapai 2,24%, adapun dalam hal penghimpunan dana pihak ketiga mencapai
2,18%, sedangkan dalam hal pembiayaan mencapai 2,96% dari keseluruhan Bank di
Indonesia (lihat tabel 1.1).
4.
Peningkatan jumlah Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
Saat ini, Indonesia menjadi Negara dengan jumlah Bank dan Lembaga Keuangan yang berlandaskan sistem
syariah terbanyak di dunia
(lihat tabel 1.2).
C.
Globalisasi dan Tantangan Bank Syariah
Globalisasi
merupakan proses multidimensional dari perkembangan ketersaling- hubungan
diantara berbagai bangsa dan banyak orang di dunia. Dimensi utamanya adalah
cultural, sosiopolitik dan ekonomi. Dimensi ekonominya mencakup aliran
perdagangan yang terus tumbuh, gerakan keuangan yang transparan, investasi
produksi yang disertai dengan standarisasi proses, regulasi dan institusi
semuanya difasilitasi oleh aliran bebas informasi dan ide. Globalisasi adalah
hasil dari reduksi biaya informasi dan transportasi, serta liberalisasi
perdagangan, keuangan, investasi, aliran capital dan gerakan berbagai macam faktor[7].
Tantangan bagi Sistem Keuangan Islam
Ada beberapa tantangan dibeberapa area, yaitu :
teoritis, operasional, dan implementasi. Pada sisi teori, dibutuhkan lebih
banyak upaya untuk mengembangkan prinsip inti Ekonomi Islam, dan memahami
fungsi system keuangan yang beroperasi atas dasar pembagian keuntungan dan
kerugian. Pada sisi operasional, berbagai isu berkaitan dengan inovasi,
intermediasi dan manajemen risiko patut mendapatkan perhatian.
Tantangan Bagi Perbankan Islam
Institusi keuangan Islam
memiliki kinerja yang baik sepanjang periode pertumbuhan yang tinggi dalam
industri, akan tetapi dengan lanskap keuangan global yang senantiasa berubah
dengan cepat, upaya mempertahankan pertumbuhan yang stabil menjadi salah satu
dari sekian banyak tantangn menghadang. Sejauh ini, Bank Islam di modali oleh
celah pasar yang tumbuh dengan pesat, tetapi, banyaknya Bank Islam yang ada dan
peningkatan ketertarikan institusi konvensional untuk mengeksploitasi pasar
baru tersebut, industri ini sekarang menjadi sangat kompetitif.
Institusi finansial saat ini
telah mempertahankan keunggulan kompetitif di pasar yang sampai saat ini masih
ditandai dengan tingginya rintangan dari institusi konvensional yang kurang
memiliki pengetahuan dalam Syariah. Akan tetapi, dengan meningkatnya kesadaran
dan pengakuan terhadap instrument finansial Islam, kemajuan teknologi,
globalisasi dan integrasi pasar, institusi konvensional yang lebih
berpengalaman dan professional, akan menciptakan persaingan yang ketat dimasa
depan.
Berikut ini beberapa tantangan utama yang dihadapi
institusi finansial Islam, yaitu :
1.
Implementasi pada Sistem
Tantangan paling penting adalah implementasi keuangan
Islam pada skala sistem. Pada saat ini, banyak Negara Islam mengalami
disekuilibirium financial yang membuat frustasi usaha pengadopsian total
Perbankan Syariah. Ketidakseimbangan financial dalam fiscal, moneter, dan
sector eksternal diberbagai Negara ini tidak dapat memberikan wadah yang subur
bagi operasi Perbankan Islam yang efisien.
Penyesuaian structural besar, khususnya dalam bidang
fiscal dan moneter, dibutuhkan untuk memberikan area bermain bagi Perbakan
Islam. Operasi Perbankan Islam pada skala sistem yang efisien pada saat ini
amat dibatasi oleh distorsi dalam ekonomi, seperti :
a.
Kurangnya kerangka pengawasan yang kuat dan regulasi
yang cermat dalam sistem keuangan.
b.
Lemahnya kerangka legal dan institusional untuk
definisi hak kepemilikan berbasis Syariah sekaligus hak para pihak dalam
kontrak, dan lain sebagainya[8].
2.
Intermediasi Dua Arah
Secermelang-cemerlangnya catatan pertumbuhan Bank
Islam individual, faktanya adalah pada saat ini bank-bank tersebut sebagian
besar berfungsi sebagai intermediasi antara sumber daya financial Muslim dan
Bank komersial di Barat. Dalam konteks ini, yang ada hanyalah hubungan satu arah.
Belum ada Bank Islam besar yang mengembangkan metode intermediasi antara sumber
keuangan Barat dan permintaan atas sumber daya tersebut di Negara Muslim.
Walaupun masih ada ruang yang cukup untuk kompetisi
dan ekspansi dalam bidang ini, kemampuan bertahan jangka panjang Bank Islam
tergantung kepada seberapa cepat, agresif, dan efektif mereka dalam
mengembangkan teknik dan instrument yang memungkinkan mereka melakukan fungsi intermediasi dua arah. Mereka harus
menemukan metode mengembangkan instrument berbasis Syariah yang marktable dimana portofolio asset yang
dihasilkan di Negara Muslim dapat dipasarkan di barat dan juga dapat memasarkan
portopolio Barat berbasis Syariah di Negara Muslim.
3.
Manajemen Risiko
Pasar
financial menjadi semakin terintegrasi dan interdependent, yang pada gilirannya
meningkatkan kemungkinan efek penularan yang cepat. Kurangnya pemahaman
terhadap lingkungan baru dapat menciptakan perasaan risiko yang lebih besar
bahkan jika level objektif risiko itu dalam sistem tersebut tidah berubah atau
berkurang.
Intermediator
financial Islam harus mengadopsi pengukuran manajemen risiko yang tepat bukan
hanya demi portopolio mereka sendiri, tetapi juga untuk menghadirkan layanan
manajemen risiko inovatif kepada klien mereka. Institusi financial yang dapat
menawarkan jaminan, meningkatkan likuiditas, memberikan jaminan asuransi terhadap
risiko, dan pada akhirnya mengembangkan instrument perlindungan dengan
cuma-cuma, dapat dan harus dibentuk.
Institusi
financial Islam harus menyadari nilai penting risiko operasional berkaitan
dengan kegagalan proses dan kontrol. Pada saat ini, terdapat kekurangan pada
kultur manajemen risiko dan dukungan perusahaan terhadap manajemen risiko
aktif.
Memformulasikan
strategi manajemen risiko dalam pasar
financial Islam akan menurut beberapa hal sebagai berikut :
a.
Pembahasan komprehensif dan mendetail cakupan dan
peran derivative di dalam kerangka Syariah.
b.
Perluasan peran intermediasi finansial dengan
penekanan khusus pada pemfasilitasan pembagian risiko.
c.
Aplikabilitas Takaful (asuransi mutual sesuai Syariah)
untuk menanggung risiko financial.
d.
Pengalokasian financial
engineering untuk mengembangkan derivative sintesis dan instumrn diluar
neraca.
4.
Standarisasi
Tantangan operasional lain Bank Islam adalah
menstandarisasi proses memperkenalkan produk baru di pasar. Pada saat ini, tiap
Bank Islam memiliki Dewan Syariah sendiri-sendiri yang menguji dan mengevaluasi
tiap produk, tanpa harus mengkoordinasikan upaya tersebut dengan Bank lain.
Proses ini harus diorganisir dengan baik dan
distandarisasikan guna meminimalkan waktu, upaya, dan kebingungan. Seharusnya
ada audit pasca produk yang baik oleh komite audit untuk menjadikan institusi tersebut
sesuai dengan panduan Syariah yang ditentukan oleh dewan. Beberapa Bank Islam
telah memulai menggunakan komite audit seperti itu.
5.
Konsolidasi
Dengan
banyaknya institusi berukuran kecil, Bank Islam tidak menikmati efisiensi
ekonomi skala. Banyak Bank Islam yang menggunakan fasilitas Bank Konvensional
sebagai intermediasi manajemen keuangan, pertukaran mata uang, layanan
portofolio dan perbankan investasi, yang mengurangi margin keuntungan mereka.
Oleh karena itu, disarankan pada saat ini waktunya Bank Islam mempertimbangtkan
secara serius untuk merger menjadi sebuah institusi financial yang besar, untuk
dapat menikmati ekonomi skala dan mengurangi biaya overhead melalui efisiensi[9].
D.
Solusi
dalam menghadapi Tantangan
di Kancah
Ekonomi
Global
Harus
memiliki strategi dan kebijakan pengembangn yang handal sebagai alat untuk
menghadapi masalah-masalah yang telah dan yang akan terjadi pada masa yang akan
datang dan sebagai solusi dalam menghadapi tantangan Bank Syariah.
1.
Memperbaiki Ekonomi Islam
Tentunya, desain Ekonomi Islam itu harus mengacu pada
aplikasi beberapa hal,
diantaranya :
a.
Pondasi yang kuat. Pondasi
ini harus dibangun melalui proses perubahan paradigma, dari seculer paradigm
menjadi tawhidic paradigm (paradigma tauhid). Dengan pondasi ini, maka sistem Ekonomi Islam mempunyai kepastian
langkah dan tujuan pokok,
semua
dari Allah dan semua dilakukan dengan kesadaran akan kehadiran Allah dalam
setiap aktifitas dan semua akan berakhir dan kembali kepada-Nya.
b.
Sistem Ekonomi Islam harus mempunyai
minimal tiga pilar yang kokoh, yaitu lembaga fiscal dan regulator pasar,
kegiatan ekonomi yang berdasarkan prinsip kesetaraan dalam berbagi hasil dan
jauh dari unsur riba, maysir dan ghoror dan yang terakhir,
pilar itu adalah pemahaman masyarakat akan pentingnya menjalankan roda
perekonomian secara adil dan transparan.
c.
Adanya goals (tujuan),
ultimate dan intermediate, yang secara garis besar merupakan penciptaan
suatu tatanan perekonomian yang berorientasi meraih kesuksesan secara materi
(di dunia) dan kejayaan secara spiritual (di akhirat). Secara kuantitatif,
ukuran keberhasilan atau tujuan yang hendak dicapai bisa dipresentasikan dalam
langkah nyata pada tingkat kemiskinan, kesehatan, pendidikan dan standar
lain yang lazim digunakan. Minimal ukuran keberhasilan ekonomi syariah ini
secara aplikatif bisa diukur dengan kemampuan menghadapi krisis panjang,
mengentaskan kemiskinan sehingga para mustahiq zakat tidak ada lagi, dan
tingkat pendidikan dengan kecintaan masyarakat luas kepada ilmu pengetahuan
yang tinggi[10].
2. Kepercayaan,
Institusi dan Perkembangan Ekonomi
Kepercayaan merupkan faktor penting dalam menjelaskan
kinerja ekonomi, karena kepercayaan dianggap sebagai elemen social capital terpenting dalam Islam
dan pondasi hubungan individual dengan Sang Maha Pencipta serta orang lain
dalam masyarakat. Penyebab kinerja yang buruk dari beberapa Negara adalah
rendahnya tingkat kepercayaan, dikombinasikan dengan melemahnya institusi legal
dalam melindungi hak kepemilikan dan investor.
Pemerintah mulai mengemplementasikan kebijakan untuk
menguatkan struktur institusional masyarakat. Salah satu kebijakan dalam hal
ini adalah menguatkan :
a.
Transparansi, yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi
yang material dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan.
b.
Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi dan
pertanggungjawaban Bank sehingga pengelolaannya berjalan efektif.
c.
Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian pengelolaan Bank
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
pengelolaan Bank yang sehat.
d.
Independensi, yaitu pengelolaan secara professional
tanpa pengaruh atau tekanan dari pihak manapun.
e.
Kewajaran, yaitu keadilan dan kesejahteraan dalam
memenuhi hak-hak stakeholder yang
timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku[11].
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gelombang
globalisasi pada saat ini sudah tiba dan akan mengubah lanskap keuangan.
Seiring dengan munculnya lanskap financial baru, kontrak pembagian risiko dan
yang pada akhirnya menjadi kontrak pembagian untung rugi akan menjadi
terstandarisasi dan akan menjadikan peluang bagi sistem financial baru untuk
berkembang.
Pluang
emas dalam membangun masa depan Ekonomi
Syariah
di Indonesia, diantaranya :
1. Pemberlakuan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah.
2. Lahirnya Undang-Undang Sukuk Negara
dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 19 Tahun 2008 tentang SBSN (Surat
Berharga Syariah Negara).
3. Pencapaian lebih 2 persen market share.
4. Peningkatan jumlah Lembaga Keuangan Syariah
(LKS).
Tantangan
Bagi Perbankan Islam, adapun tantangan yang dihadapi oleh Perbankan Islam
adalah :
1. Implementasi
pada Sistem
2. Intermediasi Dua
arah
3. Manajemen Risiko
4. Standarisasi
5. Konsolidasi
Solusi dalam menghadapi tantangan
di kancah ekonomi global.
Adapun solusi yang dapat dilakukan adalah :
1. Memperbaiki
Ekonomi Islam.
a.
Pondasi yang kuat.
b.
Sistem Ekonomi Islam harus mempunyai
minimal tiga pilar yang kokoh.
c.
Adanya goals (tujuan),
ultimate dan intermediate.
2. Kepercayaan,
Institusi dan Perkembangan Ekonomi
a.
Transparansi.
b.
Akuntabilitas.
c.
Independensi.
d.
Kewajaran
B. Saran
Demikianlah makalah ini, kami
sebagai penulis sadar bahwa makalah yang disusun ini jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk kelanjutan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman A. Karim, Bank Islam, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta : 2008.
Iqbal, Zamir., Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam : Teori dan Praktik, Prenada Kencana,
Jakarta : 2008.
Machmud, Amir, Rukmana., Bank Syariah Teori, Kebijakan
dan Studi Empiris di Indonesia, Erlangga, Jakarta : 2010.
Yaya,
Rizal, dkk., Akuntansi Perbankan Syariah,
Jakarta : 2009.
Lain-lain :
http://aamslametrusydiana.blogspot.com
[2] Yaya, Rizal,
dkk., Akuntansi Perbankan Syariah,
Jakarta : 2009, hlm 25.
[3] Ibid, hlm 25.
[4] Machmud, Amir, Rukmana., Bank Syariah Teori, Kebijakan
dan Studi Empiris di Indonesia, Erlangga, Jakarta : 2010. Hlm 32.
[6] Machmud, Amir, Rukmana., Bank Syariah Teori, Kebijakan
dan Studi Empiris di Indonesia, Erlangga, Jakarta : 2010. Hlm 75.
[7] Iqbal, Zamir., Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam : Teori dan Praktik, Prenada Kencana,
Jakarta : 2008.Hlm 372.
[10]
http://aamslametrusydiana.blogspot.com/2010/08/reposisi-pemahaman-ekonomi-islam.html., Minggu, 25 september 2011.
[11] Machmud, Amir, Rukmana., Bank Syariah Teori, Kebijakan
dan Studi Empiris di Indonesia, Erlangga, Jakarta : 2010. Hlm 77.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar