Tugas Makalah Dosen Pengampu
Fiqih
Muamalah Dr. Helmi Basri, MA
JUAL BELI YANG DILARANG
DALAM ISLAM
![]() |
DISUSUN OLEH:
PUTRI NURAINI
21493206361
PROGRAM PASCASARJANA EKONOMI SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN
SYARIF
KASIM RIAU
PEKANBARU
2014 – 2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Mu’amalah
adalah satu aspek dari ajaran yang telah melahirkan peradaban Islam yang maju
di masa lalu. Ia merupakan satu bagian dari syari’at Islam, yaitu yang mengatur
kehidupan manusia dalam hubungan dengan manusia, masyarakat dan alam. Karena
mu’amalah merupakan aspek dari ajaran Islam, maka ia juga mengandung aspek
teologis dan spiritual. Aspek inilah yang merupakan dasar dari mu’amalah
tersebut.
Diantara
permasalahan yang paling berkembang dalam kehidupan bermasyarakat hari ini
adalah masalah muamalah, khususnya muamalah maliyah atau interaksi sesama
manusia yang berkaitan dengan uang dan harta dengan segala bentuk macam
transaksinya. Hal ini tidak dapat kita bendung, sebab perubahan itu terjadi
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi.
Kehidupan dalam
bermasyarakat memang penting, apalagi manusia tidak dapat hidup sendiri. Oleh
sebab itu manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, atau
disebut juga dengan bermuamalah. Memang telah kita ketahui, manusia adalah makhluk
sosial yang tidak lepas dari kegiatan muamalah. Namun tidak semua masyarakat
mengetahui secara kaffah akan peraturan-peraturan dalam bermuamalah, misalnya
dalam kasus jual beli.
Islam melihat
konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia itu semakin
dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas
ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli harus dijadikan sebagai
tempat pelatihan yang tepat bagi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Maka
sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan wadah untuk memproduksi
khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi.
Manusia
sebagai makhluk sosial yang diciptakan Allah SWT yang saling membutuhkan satu
dengan yang lain tak lepas dalam urusan jual beli guna memenuhi kebutuhan
hidupnya. Jual beli juga merupakan aktivitas sehari-hari setiap orang untuk
memenuhi kebutuhan kehidupannya, dan setiap orang yang terjun dalam bidang jual
beli harus mengetahui hukum jual beli agar jual beli tersebut tidak ada yang
dirugikan, yang sesuai dengan syariat islam.
Walaupun Islam mendorong ummatnya
untuk berdagang, bukan berarti dapat dilakukan sesuka dan sekehendak manusia,
seperti lepas kendali. Adab dan etika bisnis dalam Islam harus dihormati dan dipatuhi
jika para pedagang dan pebisnis ingin termasuk dalam golongan para Nabi, Syuhada
dan Shiddiqien. Ummat
Islam dalam kiprahnya mencari kekayaan dan menjalankan usahanya diharuskan
menjadikan Islam sebagai dasarnya dan ridha Allah sebagai tujuan akhir
dan utama.
Dalam pandangan Islam bisnis
merupakan sarana untuk beribadah kepada Allah dan merupakah fardlu kifayah,
oleh karena itu bisnis dan perdagangan (jual beli) tidak boleh lepas dari peran
Syari’ah Islamiyah. Sistem Islam melarang setiap aktivitas perekonomian, tak
terkecuali jual beli (perdagangan) yang mengandung unsur paksaan, mafsadah (lawan
dari manfaat), dan gharar (penipuan). Sedangkan, bentuk perdagangan
Islam mengijinkan adanya sistem kerja sama (patungan) atau lazim disebut dengan
syirkah.
Dalam kaitannya dengan jual beli
yang terlarang dalam islam, hal ini lah yang melatar belakangi adanya
pembahasan ini dimana munculnya konsep jual beli yang dilarang, faktor-faktor
penyebab larangan jual beli dalam Islam, serta hikmah dari kegiatan jual beli.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian pada latar
belakang, maka perumusan masalah
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Bagaimana
konsep jual beli yang dilarang dalam Islam ?
2. Apa
saja faktor-faktor yang menyebabkan jual beli dilarang dalam Islam ?
3.
Apa
saja hikmah yang dapat diambil dari kegiatan jual beli ?
C.
Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada
pembahasan makalah ini adalah penulis membatasi pembahasan konsep jual beli
yang dilarang, faktor-faktor yang menyebabkan jual beli dilarang dalam Islam,
serta hikmah dari kegiatan jual beli saja menurut beberapa literatur.
D.
Metode
Metode
pengambilan isi dalam makalah ini adalah metode secara tinjauan pustaka.
E.
Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam
penulisan dan pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui dan memahami konsep jual beli yang dilarang dalam Islam.
2. Untuk
mengetahui dan memahami faktor-faktor yang menyebabkan jual beli dilarang dalam
Islam.
3. Untuk
mengetahui dan memahami hikmah dari
kegiatan jual beli.
BAB II
PEMBAHASAN
JUAL BELI YANG DILARANG DALAM ISLAM
A.
Konsep
Jual Beli Yang Dilarang Dalam Islam
Islam
adalah agama yang syamil, yang mencangkup segala permasalahan manusia,
tak terkecuali dengan jual beli. Jual beli telah disyariatkan dalam Islam dan
hukumnya mubah atau boleh, berdasarkan Al Quran, sunnah, ijma’ dan dalil
aqli. Allah Swt membolehkan jual-beli agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya
selama hidup di dunia ini.
Namun
dalam melakukan jual-beli, tentunya ada ketentuan-ketentuan ataupun
syarat-syarat yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar. Seperti jual beli
yang dilarang yang akan kita bahas ini, karena telah menyelahi aturan dan
ketentuan dalam jual beli, dan tentunya merugikan salah satu pihak, maka jual
beli tersebut dilarang.
Bila
telah dipahami bahwa hukum asal setiap perniagaan adalah halal, maka hal yang semestinya
dikenali adalah hal-hal yang menjadikan suatu perniagaan diharamkan dalam
Islam. Karena hal-hal yang menyebabkan suatu transaksi dilarang sedikit
jumlahnya, berbeda halnya dengan perniagaan yang dibolehkan, jumlahnya tidak
terbatas.
Walaupun Islam
mendorong umatnya untuk berdagang, bukan berarti dapat dilakukan sesuka dan
sekehendak manusia, seperti lepas kendali. Adab dan etika bisnis dalam Islam
harus dihormati dan dipatuhi jika para pedagang dan pebisnis ingn termasuk
dalam golongan para Nabi, Syuhada dan Shadiqien.
Konsep Jual beli dapat
dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain ditinjau dari segi sah atau
tidak sah dan terlarang atau tidak terlarang. Kemudian konsep
jual beli yang dilarang pelbagai jenis sesuai dengan cabang-cabangnya dan
sifatnya. Hal ini dapat dibagi kedalam :
1.
Ditinjau
dari sudut rusak syarat akad,
B. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Jual Beli Dilarang
Dalam Islam
1. Adanya Unsur Kezaliman (Al- Zhulm)
Diantara bentuk-bentuk jual-beli yang diharamkan karena mengandung
kezaliman, yaitu :
a.
Jual
Beli Najsy
Pengertian
Najsy secara bahasa berarti mempengaruhi
(membenagkitkan). Sedangkan menurut pengertian terminologi, najsy berarti
jika seseorang meninggikan harga sebuah barang, namun tidak bermaksud
untuk membelinya, melainkan hanya untuk membuat orang lain tertarik dengan
barang tersebut sehingga dia terjebak di dalamnya, atau dia memuji
komoditas tersebut dengan kelebihan-kelebihan yang sebenarnya tidak dimiliki
komoditas tersebut dengan tujuan untuk promosi belaka.
Menurut pengertian yang lain secara istilah memiliki beberapa bentuk yaitu :
1)
Seseorang
menaikkan harga pada saat lelang sedangkan dia tidak berniat untuk membeli;
baik ada kesepakatan sebelumnya antara dia dan pemilik barang atau perantara, maupun
tidak.
2)
Penjual
menjelaskan kriteria barang yang tidak sesungguhnya.
Najasy menurut syara’ berarti penambahan
pada barang, dan ini terjadi atas pembuatan penjual maka keduanya menanggung
dosa, atau dengan ibarat yang lain; penambahan pada harga barang yang di
tawarkan untuk di jual tapi bukan dengan maksud untuk membelinya, hanya untuk
membuat orang lain tertarik, dan najasy pada orang (jual beli itu) dinamakan
najasy, karena dia membangkitkan kemauan pembeli dan mengangkat harganya, para
ulama sepakat bahwa pelaku najasy adalah pelaku maksiat.[3]
Contoh dari jual beli najsy sebagai
berikut: Misalnya, dalam suatu transaksi atau pelelangan, ada penawaran atas
suatu barang dengan herga tertentu, kemudian ada sesorang yang menaikkan harga
tawarnya, padahal ia tidak berniat untuk membelinya.. Dia hanya ingin menaikkan
harganya untuk memancing pengunjung lainnya dan untuk menipu para pembeli, baik
orang ini bekerjasama dengan penjual ataupun tidak
Hukum
Najsy dengan
seluruh bentuk di atas hukumnya haram, karena merupakan penipuan dan
pengelabuan terhadap pembeli. Namun demikian, hukum akad jual-beli tetap sah
dan pembeli berhak memilih antara mengembalikan barang atau meneruskan akad,
jika harga barang yang dibelinya jauh lebih mahal dari harga pasaran.
Dalil
Rasulullah Saw
bersabda :
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال
: نهى النبي صلى الله عليه و سلم عن النجش
b.
Ihktikar (Penimbunan Barang)
Penegrtian
Ihtikar
berasal dari kata hakara yang arti az-zulm (aniaya) dan isa'
al-mu'asyarah (merusak pergaulan). Secara istilah berarti menyimpan barang
dagangan untuk menunggu lonjakan harga[5].
Penimbunan barang (Ihtikar).
Timbulnya kemudharatan terhadap mesyarakat merupakan syarat pelarangan
penimbunan barang. Apabila hal itu terjadi, barang dagangan hasil timbunan
tersebut harus dijual dan keuntungan dari hasil penjualan ini disedekahkan
sebagai pendidikan terhadap para pelaku ihtikar. Adapun para pelaku Ihtikar
itu sendiri hanya berhak mendapatkan modal pokok mreka. Selanjutnya, pemerintah
memperingati para pelaku ihtikar agar tidak mengulangi perbuatannya. Apabila
mereka tidak mempedulikan peringatan tersebut, pemerintah berhak menghukum
mereka dengan memukul, mengelilingi kota dan memenjarakannya[6].
Hukum dan Dalil
Para ulama
sepakat bahwa ihtikar secara umum hukumnya haram. Para
ahli fikih menghukumkan ihtikar sebagai perbuatan terlarang dalam agama.
Dasar hukum pelarangan ini adalah kandungan Alquran yang menyatakan bahwa
setiap perbuatan aniaya, termasuk di dalamnya kegiatan ihtikar,
diharamkan oleh agama. Firman Allah Swt dalam QS Al Baqarah : 279 yang berbunyi :
bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& w cqßJÎ=ôàs? wur cqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ
Artinya : “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.[7]
Di samping itu
banyak hadis Rasulullah SAW tidak membenarkan perbuatan ihtikar, misalnya,
''Siapa yang merusak harga pasar,
sehingga harga tersebut melonjak tajam, maka Allah akan menempatkannya di dalam
api neraka pada hari kiamat.'' (HR at-Tabrani).
Syarat
ihtikar diharamkan Ihtikar diharamkan bilamana terdapat 2 hal, yaitu :
1)
Melakukan ihtikar pada saat harga melambung,
adapun menimbun barang pada waktu harga murah tidak dinamakan ihtikar.
2)
Barang
yang ditimbun merupakan hajat orang banyak dan mereka terimbas dengan tindakan
tersebut, seperti makanan pokok, bahan bakar, material bangunan, dll. Adapun
barang yang tidak termasuk kebutuhan pokok maka tidak diharamkan menimbunnya[8].
c.
Ghisyhy
Pengertian
Ghisysy
merupakan suatu cara menyembunyikan cacat barang atau dengan cara menampilkan
barang yang bagus dan menyelipkan diselanya barang yang jelek[9]. Kecurangan Perbuatan yang disengaja untuk menimbulkan kerugian
pada pihak lain, misalnya seseorang yang membuat pernyataan palsu,
menyembunyikan atau menghilangkan bukti yang penting.
Bentuk
lain dari ghisysy adalah penjual menampilkan barang tidak sesuai dengan
hakikatnya, atau ia menyembunyikan cacat barang, jika pembeli mengetahui
hakikat barang sesungguhnya ia tidak akan membeli barang dengan harga yang
diinginkan penjual. Ghisysy juga dapat diartikan mengurangi timbangan dan
takaran, dengan tujuan ia mendapat kentungan dari selisih barang yang ditimbang
dengan benar[10].
Ghisysy
bisa terjadi karena curang dalam harga. Barangnya tidak rusak, hanya karena
pembeli tidak mengerti harga dan tidak
cakap menawar, pembeli tertipu dengan harga yang jauh diatas harga pasar. Ini
disebut oleh para ulama dengan bai’ mustarsil.
Dalil
Firman
Allah Swt dalam QS. Al-Muthafifiin ayat 1-3 yang berbunyi :
×@÷ur tûüÏÿÏeÿsÜßJù=Ïj9 ÇÊÈ tûïÏ%©!$# #sÎ) (#qä9$tGø.$# n?tã Ĩ$¨Z9$# tbqèùöqtGó¡o ÇËÈ #sÎ)ur öNèdqä9$x. rr& öNèdqçRy¨r tbrçÅ£øä ÇÌÈ
Artinya : “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang.
(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi”[11].
Yang
dimaksud dengan orang-orang yang curang di sini ialah orang-orang yang curang
dalam menakar dan menimbang. Oleh karena itu, sebagian ahli fiqih menempatkan
ghisysy (penipuan, curang dan tidak menjelaskan aib barang) dalam deretan dosa
besar, dengan alasan termasuk memakan harta orang lain dengan cara yang bathil[12].
Sabda
Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang berbunyi :
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ
مِنَّا
Artinya : “Barangsiapa yang menipu kami, maka
ia tidak termasuk golongan kami.” (HR. Muslim)[13].
Contoh
praktek ghisysy (penipuan) ternyata bukan saja dipraktikkan di dunia niaga. Di
dunia pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi
praktik ghisysy tidak asing lagi, dilakukan oleh perorangan ataupun massal.
Praktik ini dikenal dengan curang, menyontek pada saat ulangan umum. Juga
termasuk dalam bentuk ghisysy tindakan plagiat dalam karya ilmiah yang menjadi
syarat kelulusan. Ghisysy yang lebih tinggi lagi adalah praktik jual-beli ijazah.
Tradisi
ghisysy ini telah mengakar dan membudaya di tengah sebagian masyarakat
Indonesia, sehingga pada saat ada salah seorang yang membongkar praktik ghisysy
pada Ujian Nasional disalah satu Sekolah Dasar di sebuah kota, bukannya ia
mendapat dukungan dari masyarakatnya, malah ia dikucilkan dan diusir dari
rumahnya sendiri oleh orang-orang di sekitarnya. Dan di salah satu daerah
lainnya agar ghisysy tidak terjadi di sekolah-sekolah pasukan keamanan dengan
seragam lengkap harus mengawal pendistribusian soal ujian.
d.
Merampas Hak Cipta
Perlindungan hak cipta. Merupakan etika perniagaan, umumnya para
produsen barang meminta perlindungan hak cipta mereka dan melarang orang lain
meniru barang produksi atau merek mereka. Mereka melakukan ihtikar atau
monopoli produksi barang tersebut, termasuk dalam hal ini materi-materi ilmiah
dan informasi seperti buku, kaset, dan program komputer.
Merampas atau pencurian atas hak cipta menurut hukum Islam juga
bisa terancam hukuman. Bagaimana bentuk hukuman tersebut, tergantung kepada
sistem peadilan dan menentukannya. Hak cipta merupakan hak yang harus
dilindungi, maka mencurinya, secara lahir jelas sama dengan mencuri hak-hak
lain yang terlindungi. Sejauh pencurian terhadap hak intelektual menimbulkan
kerugian bagi pemilik hak tersebut, maka mencurinya jelas sama dengan
menimbulkan kerugian materi lainnya terhadap orang lain. Yang jelas agama Islam
melarang segala bentuk kedlaliman dan tindakan yang merugikan orang lain[14].
Bagaimana kalau pencurian atas hak cipta tersebut dilakukan untuk
kemaslahatan lain yang lebih besar, Ini memerlukan kajian yang lebih telilti
lagi tentang bagaimana mengukur kemaslahatan tersebut, sehingga bisa menerapkan
qaidah yang artinya: ”Apabila terjadi dua maslahat yang bertentangan, maka
diambil yang lebih besar.”
Karena hak cipta adalah hak yang diakui syariat maka haram
melanggarnya dengan cara membajak, diperbanyak tanpa izin penulis,
diterjemahkan kedalam bahasa lain ataupun disimpan pada media seperti (CD) lalu
dijual tanpa seizin penulis. Jika tetap dilakukan sungguh pembajaknya telah
mencuri hak orang lain yang akan dipertanggung jawabkan di dunia dan akhirat[15].
e.
Menjual
Barang Yang Masih Dalam Proses Transaksi Dengan Orang Atau Menawar Barang yang
Masih Di-tawar Orang Lain
Di
antara bentuk jual beli yang dilarang yakni apabila sese-orang menjual sesuatu
yang masih dalam proses transaksi dengan orang lain, atau menawar barang yang
masih ditawar orang lain. Di antara bentuk aplikatif menjual sesuatu dalam
transaksi orang lain misalnya: Ada dua orang yang berjual beli dan sepakat pada
satu harga tertentu. Lalu datang penjual lain dan mena-warkan barangnya kepada
pembeli dengan harga lebih murah. Atau menawarkan kepada si pembeli barang lain
yang berkualitas lebih baik dengan harga sama atau bahkan lebih murah.
Tidak
ada perbedaan pendapat di kalangan ulama bahwa itu adalah per-buatan dosa bila
aplikasinya demikian, karena dapat menyebabkan ketidaksenangan orang lain dan
membahayakannya. Selain juga karena ada larangan tegas terhadap perbuatan itu
dari Sunnah Nabi yang shahih.
Hadits
Rasulullah Saw :
لا يسم أحد على سوم أخيه[16]
Artinya : “Jaganlah seseorang menawar atas tawaran saudaranya”.
(HR. Bukhari).
Bentuknya
yang lain misalnya seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dari Sabda
Rasulullah, "Tidak sah menjual sesuatu dalam transaksi orang lain."
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim disebutkan,
"Janganlah seseorang melakukan transaksi penjualan dalam transaksi orang
lain. Dan janganlah seseorang meminang wanita yang masih dipinang oleh orang
lain, kecuali bila mendapatkan izin dari pelaku transaksi atau peminang
pertama."
Adapun
menawar barang yang masih ditawar orang lain, yakni seperti dua pihak yang
melakukan transaksi jual beli lalu sama-sama sepakat pada satu harga tertentu,
lalu datang pembeli lain yang menawar barang yang menjadi objek transaksi
mereka dengan harga lebih mahal, atau dengan harga yang sama, hanya saja karena
ia orang yang berkedudukan, maka si penjual lebih cenderung menjual kepada
orang itu, karena melihat kedudukan orang kedua tersebut[17].
f.
Menjual Barang Yang Digunakan Untuk Maksiat
Menjual barang yang mubah kepada pembeli yang diketahui akan
menggunakannya untuk berbuat maksiat diharamkan, seperti: menjual anggur kepada
pabrik minuman keras dan menjual senjata kepada perampok. Begitu juga akad
sewa, seumpama; menyewakan tempat kepada orang yang menjual barang haram,
seperti kaset musik atau menyewakan gedung kepada bank konvensional dan
lain-lain.
Firman Allah Swt QS. Al-Maidah ayat 2 yang artinya “Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran". Bentuk jual beli
ini merupakan kezaliman terhadap pembeli karena membantunya berbuat maksiat
padahal seharusnya dia dinasehati agar berhenti berbuat maksiat[18].
2. Adanya Unsur Gharar (Penipuan)
Kaidah mengenai Gharar
Aturan-aturan syariah
mengenai gharar telah digambarkan oleh ulama syariah dalam kaidah-kaidah
tertentu; kaidah yang paling populer salah satunya adalah menjual barang yang
tidak dia miliki adalah haram (Jula beli yang tidak ada).
بيع ما ليس عند الانسا ن لا يجوز
Artinya : “Seseorang
tidak boleh menjual sesuatu yang tidak dimilikinya”.[19]
a. Bai’ Al-Ma’dum
Secara asasnya, jual beli dalam
Islam mesti melibatkan kewujudan barang jualan (mahal al-aqd atau ma'qud
allaih) ketika transaksi berlaku. Transaksi-transaksi yang berlaku tanpa
kewujudan barang jual beli disebut bai' al- ma'dum yang biasanya dikaitkan
dengan transaksi 'futures contracts' dan 'warrants' dalam konteks
transaksi modern pada hari ini.
Rasulallah saw melarang bai' al
ma'dum yaitu jual-beli yang barangnya tidak ada di tempat transaksi, Sementara
itu, sebagian ulama membolehkan Istishna' yaitu jual-beli barang yang belum
dibuat, seperti memesan baju dan celana. Padahal Istishna’ sama seperti menjual
sesuatu yang tidak ada, karena barangnya juga tidak ada di tempat.
Pada dasarnya, Ba'i Al-Ma'dum
merupakan bentuk jual-beli yang diperdebatkan kebolehannya oleh para ulama
fiqih. Sebagian ada yang berpendapat bahwa ba'i al ma'dum merupakan bentuk
jual-beli yang haram dengan alasan adanya dalil yang melarang jual-beli gharar
atau jual-beli yang mengandung unsur penipuan. Ba'i al ma'dum masuk dalam
kategori jual-beli gharar, karena ketiadaan barang yang dijual akan menimbulkan
perselisihan terhadap barang tersebut, jika didapatkan ketidakpuasan dari
pembeli.
Sehingga kaidah yang berlaku dalam
ba'i al ma'dum adalah: Segala yang tidak ada dan tidak dapat direalisasikan
keberadaannya di masa datang maka tidak boleh diperjual-belikan. Dan segala
yang tidak ada namun keberadaannya dapat direalisasikan di masa datang, sesuai
dengan kebiasaan maka boleh diperjual-belikan.
b. Bai’ Al-Gharar (Jual Beli Secara Gharar)
Pengertian
Gharar
secara
bahasa berarti khatar (resiko, berbahaya), dan tahgrir berarti
melibatkan diri dalam sesuatu yang gharar. Gharar dalam terminologi para
ulama fiqih telah merumuskan bebrapa definisi mengenai gharar menurut ciri dan
karakteristiknya yang berbeda-beda. Beberapa definisi itu adalah sebagai
berikut :
1)
Menurut Ibn
Rusyd : “Gharar ditemukan dalam akad-akad jual beli ketika penjualnya dirugikan
akibat kekurangtahuannya mengenai harga, atau akibat kekurangtahuannya tentang
kriteria penting dalam akad, barang yang ia jual, kualitas barang maupu waktu
penyerahan barang itu”[20].
2)
Menurut Ibn
Abidin : “ Gharar adalah ketidakpastian mengenai keberadaan barang dalam jual
beli.
Dari definisi diatas dapat dimbil kesimpulan bahwa
gharar berisi kharakteristik-karakteristik tertentu seperti risiko, bahaya,
spekulasi, hasil yang tidak pasti, dan keuntungan mendatang yang tidak
diketahui[21].
Atau dapat dikatakan jual beli secara gharar (yang tidak jelas sifatnya) yaitu
segala bentuk jual beli yag didalamnya terkandung jahalah (unsur
ketidakjelasan), atau didalamnya terdapat unsur taruhan atau judi.
Sebuah akad melibatkan gharar, menyebabkan
keuntungan dan kekayaan yang tak pantas pada satu pihak atas tanggungan
kerugian pihak lain. Oleh karena itu, Nabi Saw telah melarang akad-akad yang
mengandung gharar. Beliau mengidentifikasikan sejumlah transaksi sebagai
teransaksi gharar apabila transaksi-transaksi
itu melibatkan elemen ketidak pastian, risiko, judi, tidak adanya
ketentuan, dan kurangnya pengetahuan mengenai fakta-fakta material dalam akad.
Hukum Jual Beli Gharar
Jual beli gharar dilarang dalam Islam berdasarkan
Al-Quran didasarkan kepada ayat-ayat yang melarang memakan harta orang lain
dengan cara yang bathil. Sebagaimana yang tersebut dalam QS. An-Nisa’ : 29 yang
berbunyi :
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”[22].
Alasan pelanggaran jual beli gharar tersebut selain
karena memakan harta orang lain dengan cara bathil, juga merupakan transaksi
yang mengandung unsur judi, seperti menjual burung diudara, onta dan budak yang
kabur, buah-buahan sebelum tampak buahnya, jual beli apapun yang masih ada
didalam perut hewan dll[23].
Adapun larangan jual beli gharar dalam hadits Nabi
Saw adalah sebagai
berikut :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ
بَيْعِ الْغَرَرِ
Artinya : “Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi melarang
jual beli Hashah (jual beli tanah yang menentukan ukurannya sejauh lemparan
batu) dan juga melarang jual beli Gharar”. (HR. Muslim)[24].
Nabi
SAW juga mengharamkan jual beli mulamasah dan munabadhah. Mulamasah
adalah jual beli dengan harga pasti atas barang-barang yang disentuh si
pembeli tanpa diperiksanya. Sedangkan Munabadhah adalah jual beli yang
memberi akibat pada dua pihak yang saling menukar barang dimana masing-masing
pihak tidak memeriksanya[25].
c. Transaksi Berjangka
Transaksi
berjangka, adalah salah satu bentuk cara
jual beli instrumen di pasar keuangan dimana berlangsungnya pembayaran dan
penerimaan instrumen pada masa yang akan datang yang disebut dengan pay-day
(waktu pembayaran).
1)
Penyerahan
barang dan uang tidak tunai. Dan para ulama sepakat mengharamkan jual beli
barang dan uang yang tidak tunai.
2)
Transaksi
ini mengandung gharar disebabkan turun-naik harga dalam jangka waktu tertentu.
3)
Pada
umumnya saat kontrak terjadi, penjual belum memiliki barang yang dijualnya, ini
termasuk menjual barang yang tidak dimiliki.
Misalnya:
Pak Ahmad
membeli 100 saham dari pak Ali dengan harga 10 juta rupiah pada hari Kamis
tanggal 4 Januari, dimana saham dan uang iserahkan pada hari Senin tanggal 4 Februari.
d. Asuransi
Asuransi adalah suatu persetujuan
dimana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima
sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh
yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi[27].
Ada beberapa pendapat dalam memandang
asuransi. Pendapat yang menyatakan asuransi dilarang dalam islam adalah dengan
dasar yaitu segala asuransi dalam segala aspeknya adalah haram, termasuk
asuransi jiwa. Pendapat ini didukung oleh kalangan ulama seperti Sayid Sabiq,
Abdullah Al- Qalqili, Muhammad Yusuf Qordawi, dan Muhammad Bakhit
Al-Muth’i. Alasannya diantara lain adalah:
1.
Pada dasarnya
asuransi itu sama atau serupa dengan judi.
2.
Asuransi
mengandung ketidakpastian.
3.
Asuransi
mengadung riba.
4.
Asuransi
bersifat eksploitasi karena jika peserta tidak sanggup melanjutkan pembayaran
premi sesuai dengan perjanjian maka premi hangus / hilang atau dikurangi secara
tidak adil (peserta dizalimi).
5.
Premi yang
diterima oleh perusahaan diputar atau ditanam pada investasi yang mengandung
bunga /riba.
6.
Asuransi
menjadikan hidup/mati seseorang sebagai obyek bisnis, yang berarti mendahului
takdir Allah[28].
Jenis Asuransi
1.
Asuransi
komersial.
Asuransi
jenis ini yang menguasai dunia asuransi dewasa ini, sehingga kata asuransi
konotasinya adalah asuransi jenis ini, yaitu : perjanjian antara dua belah pihak
antara perusahaan asuransi dan pihak tertanggung yang menyatakan bahwa pihak
tertanggung berkewajiban membayar sejumlah premi kepada pihak asuransi untuk
memberikan penggantian kerugian kepada pihak tertanggung bila terjadi kerugian.
Kontrak ini tidak bertujuan kooperatif atau solidaritas, akan tetapi
semata-mata bertujuan mencari laba. Dan laba tersebut diperoleh dari selisih
total premi nasabah dan kewajiban penggantian yang harus diberikan.
2.
Asuransi
Kooperatif ( takaful ).
Asuransi
takaful, yaitu: himpunan sekelompok orang yang menghadapi resiko yang sama,
setiap anggota membayar iuran yang telah ditetapkan, iuran tersebut digunakan
untuk mengganti kerugian yang menimpa anggota, jika total iuran berlebih
setelah diberikan gantirugi kepada anggota yang terkena kerugian, maka sisa iuran
dibagikan kembali kepada para anggota dan jika total iuran kurang dari jumlah
uang ganti-rugi maka ditarik iuran tambahan dari seluruh anggota untuk menutupi
defisit atau rasio bayaran ganti-rugi dikurangi. Para anggotanya tidak
bermaksud mencari laba akan tetapi bertujuan kooperatif dan solidaritas
mengurangi kerugian yang menimpa sebagian anggota. Dan setiap anggota merupakan
pihak penanggung dan tertanggung.
Misalnya:
sekelompok dokter yang berjumlah 1000 orang mendirikan yayasan asuransi
kooperatif dimana setiap anggota berkewajiban membayar iuran sebanyak 1 juta rupiah
setiap tahun dengan tujuan membayar ganti-rugi tanggung-jawab kesalahan profesi
yang terjadi pada sebagian anggota. Dengan demikian total biaya terhimpun
setiap tahunnya 1,2 milyar rupiah. Jika total biaya penggantian 1,5 milyar
rupiah maka setiap anggota ditarik iuran tambahan sebanyak 300 ribu rupiah
per-anggota atau biaya penggantian dipotong 1/5 dan dibayar sebanyak 80% saja.[29]
Salah satu
aplikasi Asuransi Syariah pada saat sekarang ini adalah Asuransi (takaful) syariah adalah
asuransi yag prinsip operasionalnya didasarkan pada syariat Islam dengan
mengacu pada al-Quran dan as-Sunnah. Sebagai sebuah asuransi yang digali dari
prinsip dan nilai Islam, asuransi takaful memiliki karakteristik tertentu,
antara lain : a. Akad yang dilakukan adalah akad at-takafuli, b.selain tabungan
peserta dibuat pula tabungan tabarru’ (Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis
Ulama Indonesia No: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Tabarru’ Pada Asuransi Syariah)[30]., c. Merealisirkan prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) .
Akhirnya asuransi itu sebenarnya
diperbolehkan dalam islam namun dengan catatan bahwa asuransi tersebut harus
mengacu pada nilai-nilai serta ketentuan-ketentuan dalam islam. Maka asuransi
syariah merupakan solusi ditengah kebimbangan akan kehalalan dan keharaman
asuransi konvensional.
e.
Jual
Beli Barang secara Habalul Habalah
Dari
Ibnu Umar ra, ia berkata, "Adalah kaum jahiliyah biasa melakukan jual beli
daging unta sampai dengan lahirnya kandungan, kemudian unta yang dilahirkan itu
bunting. Dan, habalul habalah yaitu unta yang dikandung itu lahir, kemudian
unta yang dilahirkan itu bunting, kemudian Nabi melarang yang demikian
itu." (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 356 no: 2143, Muslim III: 1153
no: 1514, ‘Aunul Ma’bud IX: 233 no: 3365, 64, Tirmidzi II: 349 no: 1247 secara
ringkas, Nasa’i VII: 293 dan Ibnu Majah II:740 no: 2197 secara ringkas)[31].
f.
Jual
Beli secara ‘Inah.
Yang
dimaksud jual beli secara ‘inah ialah seseorang menjual sesuatu kepada orang
lain dengan harga bertempo, lalu sesuatu itu diserahkan kepada pihak pembeli,
kemudian penjual itu membeli kembali barangnya tadi secara kontan sebelum
harganya diterima, dengan harga yang lebih rendah daripada harga penjualnya
tadi.
Dari
Ibnu Umar ra, bahwa Nabi saw bersabda, "Apabila kamu berjual beli secara
‘inah dan "memegangi ekor-ekor sapi" [kinayah/kiasan sibuk dengan
urusan peternakan/keduniaan> dan puas dengan pertanian serta meninggalkan
jihad, maka Allah akan menguasakan atas kamu kehinaan, dia tidak akan mencabut
hingga kamu kembali kepada agamamu." (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir
no:423 dan "Aunul Ma’bud IX:335 no:3445)[32].
3. Adanya Unsur Riba
a. Pengertian Riba
Riba
(الربا)
secara bahasa bermakna : ziyadah (زيادة – tambahan). Dalam pengertian lain,
secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun
menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau
modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara
umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan,
baik dalam transaksi jual beli meupun pinjam-meminjam secara batil atau
bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam[33].
Mengenai hal ini, Allah Swt
mengingatkan dalam firman-Nya dalam QS. An-Nisa’ : 29
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ ......
Artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil
....”[34]
b. Macam-macam Riba
Secara garis besar, riba
dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang piutang dan riba
jual beli[35].
Riba utang piutang
terdiri atas :
1.
Riba Qardh ( رباالقرض)
Suatu manfaat atau tingkat
kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh).
Contoh :
Pak Saleh butuh
uang tunai maka ia meminta pinjaman kepada pak Khalid sebanyak 50 juta rupiah,
yang akan dibayar setelah 1 tahun. Pak Agung menyanggupi dengan syarat
dikembalikan sebesar 55 juta rupiah.
2.
Riba Jahiliyyah
(
رباالجاهلية)
Utang dibayar lebih dari pokoknya
kerena sipeminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
Contoh :
Pak Saleh
membeli mobil pak Khalid seharga 50 juta rupiah yang akan dilunasi dalam waktu
3 tahun. Tatkala jatuh tempo pembayaran pak Saleh tidak memiliki uang untuk
membayar, maka pak Khalid berkata, "Aku beri tenggang waktu satu tahun
lagi dengan syarat hutang bertambah menjadi 55 juta rupiah". Tambahan 5
juta rupiah itu yang dinamakan dengan riba.
Riba jual beli terdiri
atas :
1)
Riba Fadhl (رباالفضل)
Pertukaran antar barang sejenis
dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkanitu
termasuk dalam jenis barang ribawi.
Contoh :
- Menukar satu
gantang kurma jenis sukari dengan 2 gantang kurma jenis barhi dengan cara
tunai.
- Menukar 100 gram emas baru dengan
200 gram emas usang dengan cara tunai.
- Menukar Rp. 10.000,- kertas dengan
Rp. 9.800,- logam dengan cara tunai.
2)
Riba Nasi’ah (رباالنسية)
Penangguhan penyerahan atau
penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi
lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan
atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
Contoh :
- Menukar 1 gantang kurma dengan 1
gantang gandum dengan cara tidak tunai.
- Menukar 100 gram emas dengan 100
gram emas dengan cara tidak tunai.
- Menukar SR. 100 ,- dengan Rp.
2.000,- dengan cara tidak tunai.
Benda-benda yang telah ditetapkan
ijma atas keharamannya karena riba ada enam macam, yaitu :
1.
Emas,
2.
Perak,
3.
Gandum,
4.
Syair,
5.
Kurma,
6.
Garam[36].
c. Hukum dan Dalil
Para Ulama fiqih sepakat menyatakan
bahwa muamalah dengan cara riba hukumnya haram. Keharaman riba ini dapat
dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits-hadits Rasulullah Saw[37].
Riba adalah usaha yang haram menurut syariat Islam, sesuai dengan Al-Qur’an,
Hadits dan Ijma[38].
Dalil dari Al-Qur’an
1)
Tahap pertama
ini Allah Swt mengharamkan riba secara total dengan segala bentuknya. Firman
Allah Swt dalam QS. Al-Baqarah : 275 yang berbunyi :
...3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4.....
Artinya : “Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba... “[39]
2)
Tahap
kedua, Allah Swt telah memberikan isyarat akan keharaman riba melalui kecaman
terhadap praktek riba dikalangan masyarakat Yahudi. Firman
Allah Swt dalam QS. An-Nisa’ : 161 yang berbunyi :
ãNÏdÉ÷{r&ur (#4qt/Ìh9$# ôs%ur (#qåkçX çm÷Ztã öNÎgÎ=ø.r&ur tAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# È@ÏÜ»t7ø9$$Î/ 4 $tRôtGôãr&ur tûïÌÏÿ»s3ù=Ï9 öNåk÷]ÏB $¹/#xtã $VJÏ9r& ÇÊÏÊÈ
Artinya : “Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal
Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta
benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang
yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”[40].
3)
Tahap
ketiga, Allah Swt menunjukkan bahwa riba itu bersifat negatif. Pernyataan ini
disampaikan Allah Swt dalam QS. Ar-Rum : 39 yang berbunyi :
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷zÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# xsù (#qç/öt yYÏã «!$# ( ....
Artinya : “Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar
Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi
Allah....” [41]
Dalil dari Al-Hadits
Pelarangan riba dalam Islam tidak
hanya merujuk pada Al-Qur’an, melainkan juga al-Hadits. Hal ini sebagaimana
posisi umum hadits yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang
telah digariskan melalui Al-Qur’an, pelarangan riba dalam hadits lebih lebih
terinci.
1)
Alasan keharaman
riba dalam Sunnah Rasulullah Saw diantaranya adalah dari Jabir yang
diriwayatkan oleh Muslim, yang berbunyi :
عَنْ جَابِرٍ
قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ
الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ
هُمْ سَوَاءٌ.
Artinya
: “Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang yang menerima riba,
orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya,
kemudian beliau bersabda, ‘Mereka itu semua sama’ “ (HR. Muslim)[42]
2)
Alasan keharaman
riba dalam Sunnah Rasulullah Saw selanjutnya adalah
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَشَاهِدَهُ
وَكَاتِبَهُ.
( رواه أبو داود )
Artinya : “Rasulullah Saw
melaknat para pemakan riba, yang memberi makan dengan cara riba, para saksi
dalam masalah riba, dan para penulisnya. “ (HR. Abu Daud)[43].
Ijma’ yang Mengharamkan Riba
Kaum
muslimin seluruhnya telah bersepakat bahwa asal dari riba adalah diharamkan,
terutama sekali riba pinjaman atau hutang. Bahkan mereka telah berkonsensus
dalam hal itu pada setiap masa dan tempat. Para ulama Ahli Fikih seluruh
madzhab telah menukil ijma’ tersebut. Memang ada perbedaan pendapat tentang
sebagian bentuk aplikasinya, apakah termasuk riba atau tidak dari segi praktisnya,
namun tidak bertentangan dengan asal ijma’ yang telah diputuskan dalam
persoalan itu.
Ijma’
akan pengharamannya dinukilkan Ibnu Hazm dalam Maratib Al Ijma’ hal 103, Ibnu
Rusyd dalam Al Muqaddimah wal Mumahadah 2/8, Al Mawardi dalam Al Haawi Al Kabir
5/74, An Nawawi dalam Al Majmu’ Syarhul Muhadzab 9/391, dan Ibnu Taimiyah dalam
Majmu’ Al fatawa 29/419. Pengharaman Riba tidak terbatas hanya pada syari’at
islam bahkan juga ada dalam syari’at agama sebelumnya[44].
C.
Hikmah
Dari Kegiatan Jual Beli
Allah dalam menjadikan setiap
peraturan ciptaannya penuh dengan hikmah, Begitu juga dengan kegiatan jual
beli. Adapun hikmah dari kegiatan jual beli adalah sebagai berikut :
1.
Individu
b.
Penjual
1)
Mendapat
rahmat dan keberkahaan dari Allah SWT dengan mengikut apa yang telah
disyariatkan,
2)
Dapat
bertransaksi dengan aman tanpa adanya sikap saling mengkhianati antara satu
sama lain,
b.
Pembeli
1)
Merasa
puas dengan kegiatan jual beli yang dijalankan sesuai syariat islam,
2)
Mendapat
keridhaan dan rahmat dari Allah Swt.
3)
Terhindar
daripada siksaan api neraka.
2.
Masyarakat
a.
Memberikan
kesenangan antar sesama masyarakat dalam melakukan transaksi untuk mengambil
manfaat harta dalam kehidupan sehari-hari,
b.
Terhindar
dari penipuan dalam usaha memiliki harta,
c.
Menciptakan
masyarakat yang memiliki rasa tanggungjawab, tenggang rasa, jujur dan ikhlas.
3.
Negara
a.
Meningkatkan
pertumbuhan ekonomi negara ke tahap yang lebih baik,
b.
Menciptakan
persaingan ekonomi yang sehat sesama negara.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep jual
beli yang dilarang pelbagai jenis sesuai dengan cabang-cabangnya dan sifatnya.
Hal ini dapat dibagi kedalam : ditinjau dari
sudut rusak syarat akad, ditinjau dari
sudut rusak syarat sah.
Faktor yang menyebabkan jula beli
dilarang dalam Islam adalah adanya unsur kezhaliman (Al-Zhulum) yang meliputi
masalah Jual beli Najsy, Ihtikar, Ghisysy, merampas hak cipta, menjual barang yang masih dalam proses transaksi dengan orang atau
menawar barang yang masih di-tawar orang lain, menjual barang yang digunakan
untuk maksiat. Kemudian
adanya unsur bai’ Al-Ma’dum, bai’ Al-Gharar, Transaksi berjangka dan Asuransi
yang dilarang dalam Islam,
jual beli barang secara habalul habalah dan jual beli secara ‘inah.
Kemudian adanya unsur Riba.
Adapun hikmah dari kegiatan jual
beli adalah bagi penjual dan pembeli mendapat
rahmat dan keberkahaan dari Allah Swt. Kemudian bagi masyarakat adalah menciptakan masyarakat yang memiliki rasa tanggungjawab, tenggang
rasa, jujur dan ikhlas. Serta bagi Negara adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara ke tahap yang lebih baik.
B. Saran
Demikianlah makalah ini, kami
sebagai penulis sadar bahwa makalah yang disusun ini jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk kelanjutan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Azyumardi Azra,
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, (Depok:
Gramata Publishing, 2010).
Deden Kushendar, Ensiklopedi Jual
Beli Dalam Islam, 2010.
Erwandi
Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: PT. Berkat Mulia
Insani, 2014).
Haroen Nasrun., Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet.
Kedua, 2007).
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002).
Http://muyassaroh93.blogspot.com/2013/12/.
Tanggal Akses Jumat, 21 November 2014.
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Jakarta: Dar al-Jiil Beirut, 2002), Jilid 2.
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2004).
Muhammad
Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari teori
ke Praktik, Jakarta: Gema Insani,
2001.
Muhammad Tahir
Mansoori, Kaidah-Kaidah Fiqih Keuangan dan Transaksi Bisnis, (Bogor:
Ulil Albaab Institute, 2010), Cet. 1.
Software Al-Qur’an Digital.
Software Maktabah Syamilah.
Syaikh
al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqî., Fiqih Empat Mazhab,
(Bandung: Hasyimi Press, Cet. Kedua, 2004).
Syeikh Hassan
Ayob, Fiqh Muamalah, (Puchong,
Sel.: Berlian Publications SDN. BHD., Cet. Pertama, 2008).
Yusuf Al
Subaily, Pengantar Fiqh Muamalat Dan Aplikasinya Dalam Ekonomi Modern, Pasca
Sarjana Universitas Islam Imam Muhammad Saud, Riyadh.
Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah.(Jakarta: Sinar
Grafika, 2009), Cet.Ke 2.
Zulhaili
Wahbah, Fiqh Muamalah Perbankan Syariah Al-Fiqhu Islam Wa Adillatuhu,
(Jakarta: Kapita Selekta, 1999).
[1] Syeikh Hassan
Ayob, Fiqh Muamalah, (Puchong,
Sel.: Berlian Publications SDN. BHD., Cet. Pertama, 2008),
hlm 309.
[2] Yusuf Al
Subaily, Pengantar Fiqh Muamalat Dan Aplikasinya Dalam Ekonomi Modern, Pasca
Sarjana Universitas Islam Imam Muhammad Saud, Riyadh., hlm 20.
[3]Wahbah Zulhaili, Fiqh Muamalah Perbankan Syariah (Al Fiqhu Islam wa Adillatuhu), Jakarta: Kapita
Selekta, 1999, hlm. 83-91.
[5] M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam Fiqh
Muamalah, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada), 2004, hlm. 151.
[6] Azyumardi
Azra, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer,
(Depok: Gramata Publishing, 2010), hlm 161.
[7] QS. Al-Baqarah
dalam Software Al-Qur’an Digital.
[8] Yusuf Al
Subaily, Op. Cit., hlm 21.
[9] Yusuf Al
Subaily, Ibid., hlm 19.
[10] Erwandi
Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: PT. Berkat Mulia
Insani, 2014), hlm. 138.
[11] QS. Al-Muthafifiin
dalam Software Al-Qur’an Digital.
[12] Erwandi Tarmizi,
Ibid., hlm. 141.
[14] Http://muyassaroh93.blogspot.com/2013/12/.
Tanggal Akses Jumat, 21 November 2014.
[15] Erwandi Tarmizi,
Op. Cit., hlm. 137.
[17] Deden
Kushendar, Ensiklopedi Jual Beli Dalam Islam, 2010, hlm. 126-127.
[18] Yusuf Al
Subaily, Op. Cit., hlm. 22.
[19] Muhammad Tahir
Mansoori, Kaidah-Kaidah Fiqih Keuangan dan Transaksi Bisnis, (Bogor:
Ulil Albaab Institute, 2010), Cet. 1., hlm. 180.
[20] Ibnu Rusyd, Bidayatul
Mujtahid, (Jakarta: Dar al-Jiil
Beirut, 2002), Jilid 2, hlm. 746.
[21] Muhammad Tahir
Mansoori, Ibid, hlm. 177-178.
[22] QS. An-Nisa’
dalam Software Al-Qur’an Digital.
[23] Muhammad Tahir
Mansoori, Ibid, hlm 178.
[25] Ibid,
hlm. 179.
[26] Yusuf
Al Subaily, Op.Cit., hlm 33-34.
[27] Hendi Suhendi,
Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 307.
[28]Http://jacksite.wordpress.com/2007/07/11/hukum-asuransi-menurut-islam/
Rabu 19 November 2014.
[29] Yusuf Al
Subaily, Op.Cit., hlm 29-30.
[30] Zainuddin Ali,
Hukum Ekonomi Syariah.(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Cet.Ke 2,
hlm. 231.
[31] Deden
Kushendar, Op.Cit., hlm. 112.
[32] Deden
Kushendar, Ibid., hlm. 114.
[33] Muhammad
Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari teori
ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2001), hlm. 37.
[34] QS. An-Nisa’
dalam Software Al-Qur’an Digital.
[35] Muhammad
Syafi’i Antonio, Ibid, hlm. 41.
[36] Syaikh al-‘Allamah
Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqî., Fiqih Empat Mazhab, (Bandung:
Hasyimi Press, Cet. Kedua, 2004), hlm 226.
[37] Haroen Nasrun., Fiqh Muamalah,
(Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. Kedua, 2007),
hlm 181.
[38]
Syeikh Hassan Ayob, Op.Cit, hlm
293.
[39] QS. Al-Baqarah
dalam Software Al-Qur’an Digital.
[40] QS. An-Nisa’
dalam Software Al-Qur’an Digital.
[41] QS. Ar-Rum
dalam Software Al-Qur’an Digital.
[42]
Shahih Muslim dalam Software Maktabah Syamilah.
[43] Sunan Abu Daud
dalam Software Maktabah Syamilah.
[44] Deden
Kushendar, Op. Cit., hlm 282-283.
casino december bonus codes - DrMCD
BalasHapusCasino december bonus codes - Best no 남원 출장안마 deposit bonuses, 의왕 출장마사지 best bonus codes, 충주 출장안마 Free Spins, Cashback & 순천 출장안마 more at DrMCD. Click 충주 출장안마 to learn more and play with confidence